Folklore dan Legenda Rakyat

Legenda Sumpiuh

 

Berdasarkan Babad Sumpiuh 1035 dengan lakon Titi Sundari, asal mula nama Kecamatan Sumpiuh berasal dari kata “sampyuh”, yang berarti perang antarsaudara laki-laki. Alkisah pada tahun 1035 M, terdapat peperangan antara dua saudara laki-laki yang tidak saling mengenal, Jatmika Mangkunegara Hadiwijaya yang bergelar Adipati Ngayah dari Ngayah, Kebumen dan Kartonegoro yang bergelar Adipati Pucangjajar dari Yogyakarta. Keduanya berperang untuk memperebutkan Titi Sundari, yang pada saat perang terjadi masih berstatus sebagai istri dari Kartonegoro. Peperangan terjadi sangat sengit hingga terjadi pertumpahan darah di antara kedua belah pihak. Pada akhirnya, peperangan dimenangkan oleh Adipati Ngayah, dan Adipati Pucangjajar pun meninggal dalam perang. Setelah mendengar kabar bahwa suaminya meninggal, Titi Sundari melarikan diri ke Grumbul Karangaren, di Desa Banjarpanepen. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Titi Sundari kemudian menjelma menjadi Jimat Besi Kuning.

 

Asal Mula Nama Banjarpanepen

 

Banjarpanepen berasal dari kata Banjaran dan Panepen. Kata Banjaran pun masih terbagi lagi menjadi dua kata ban yang berarti sabuk, dan jaran yang berarti kuda dalam Bahasa Jawa. Rangkaian kata tersebut merujuk pada nama jimat kepercayaan masyarakat di wilayah Banjarpanepen. Sementara itu, Panepen berarti tempat untuk menepi. Hal ini karena banyak tempat untuk menepi atau bertapa di Desa Banjarpanepen, seperti: 1)Panembahan Mbah Batur di Grumbul Panepen; 2) Panembahan Pring Amba atau Tembelang Bopo; 3) Panembahan Kali Tengah; 4) Panembahan Jonggol; dan 5) Panembahan Mertelu. Kata Banjaran dan Panepen kemudian digabungkan menjadi Banjarpanepen.

 

Tempat-tempat untuk menepi tersebut memiliki keunikan masing-masing, baik dalam hal cerita ataupun dalam hal keadaan alamnya. Misalnya saja, di Panembahan Kali Tengah terdapat rumpun pohon bambu yang menurut kepercayaan masyarakat, jika ditebang tidak akan pernah habis. Sementara itu di Panembahan Jonggol terdapat sebuah batu besar yang dipercaya jika jatuh akan menimbulkan tsunami. Ada lagi Panembahan Mertelu, yang merupakan tempat pertapaan seorang pemuka agama Islam bernama Mbah Kyai Wayah yang hingga akhir hayatnya tidak beristri.