Potensi Wisata Budaya
Tradisi Takhiran 1 Sura
Tradisi Takhiran ini diadakan setiap tanggal 1 Sura. Tujuan diadakannya tradisi ini adalah sebagai simbol rasa syukur atas pemberian Tuhan Yang Maha Kuasa berupa hasil bumi yang melimpah sepanjang tahunnya. Dalam tradisi ini, masyarakat desa akan membuat gunungan yang nantinya akan diperebutkan oleh masyarakat sekitar setelah didoakan bersama.
Ritual Mandi di Kali Cawang pada Malam Bulan Purnama
Ritual mandi di Kali Cawang pada malam bulan purnama diyakini dapat membuat fisik seseorang awet muda. Dengan adanya kepercayaan tersebut, pada zaman dahulu masyarakat berbondong-bondong datang ke Kali Cawang untuk melakukan ritual mandi. Namun hingga tahun 2001, tradisi mandi di Kali Cawang pada malam bulan purnama sudah mulai hilang. Hanya beberapa orang saja yang hingga saat ini masih melakukan ritual tersebut.
Dengan memudarnya tradisi tersebut, sekiranya pengelola wisata di Desa Banjarpanepen dapat membangkitkannya kembali dengan mengubahnya menjadi sebuah event menarik bertajuk Festival Kali Cawang. Dalam festival tersebut diharapkan dapat menjadi ajang bagi Desa Banjarpanepen untuk memamerkan potensi budaya, seni maupun potensi sumber daya lainnya. Di samping itu, festival juga dimaksudkan sebagai sarana hiburan masyarakat Desa Banjarpanepen dan sekitarnya.
Pembuatan Gula Nira/Kelapa
Sebagian besar masyarakat Desa Banjarpanepen berprofesi sebagai pengrajin gula nira, dimana gula nira ini menjadi ciri khas dan produk unggulan dari Desa Banjarpanepen. Setiap pagi dan sore, bapak-bapak penderes memanjat pohon kelapa untuk diambil niranya. Kemudian pada siang hari, nira diolah menjadi gula kelapa dengan berbagai bentuk dan ukuran. Gula kelapa yang sudah siap kemudian dikemas dan dipasarkan.
Dengan daya tarik kekhasan aktivitas ekonomi tersebut, wisatawan diharapkan dapat belajar bagaimana cara membuat gula kelapa mulai dari nderes (mengambil nira) hingga proses pencetakannya. Selain itu, masyarakat dapat berlatih bagaimana cara memanjat pohon kelapa secara aman bersama warga.
Calung Banyumasan
Calung Banyumusan merupakan kesenian khas Banyumas. Adapun Calung merupakan alat musik orkestra yang terbuat dari rangkaian bambu dalam berbagai ukuran. Rangkaian bambu tersebut jika dimainkan dapat membentuk nada-nada yang indah. Biasanya calung dipentaskan bersamaan dengan lengger.
Di Desa Banjarpanepen, terdapat sebuah kelompok calung Banyumasan yang berlokasi di Grumbul Kalicawang. Kelompok calung ini terdiri dari pemain instrumen sebanyak 7 orang dan sinden sebanyak 2-3 orang. Kadang kala, pementasan calung sering melibatkan penari. Kelompok calung ini sudah melakukan pementasan hingga ke luar daerah Banyumas seperti di TMII, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Lengger Banyumasan
Lengger Banyumasan merupakan kesenian khas daerah Banyumas yang sekarang hanya dilakukan oleh para wanita. Dulunya memang ada lengger pria. Alat musik untuk mengiringi kesenian lengger ini dulunya adalah angklung, namun sekarang sudah diiringi dengan alat musik yang lain seperti keyboard dan alat musik modern lainnya. Khusus di daerah Banyumas sendiri, tabuhan atau iramanya saling menyaut. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, peminat kesenian lengger ini mulai berkurang, begitu juga dengan kurang adanya regenerasi pemain. Pementasan kesenian lengger ini biasanya dilakukan siang-malam\
Musik Kentongan
Musik Kentongan ini dapat dijumpai di Grumbul Wanarata dengan nama Kentongan “Laras Bukit Manunggal” Alat musik yang digunakan tidak lain adalah kentongan dengan berbagai ukuran sehingga menghasilkan nada-nada yang berbeda, bedug dan kendang untuk mengatur irama musiknua. Adapun lagu-lagu yang dimainkan kebanyakan berupa lagu-lagu keagamaan Buddhis dan lagu-lagu umum lainnya. Kelompok musik kentongan ini biasa melangsungkan pementasan di acara-acara keagamaan Budha dan festival-festival kebudayaan baik di tingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten.
Kesenian Kuda Kepang (Ebeg)
Kesenian Kuda Kepang (Ebeg) merupakan serangkaian tari-tarian yang mensyaratkan pemainnya dirasuki roh halus. Adapun iring-iringan musik yang digunakan berasal dari instrumen musik langsung seperti seperangkat gamelan yang digabung dengan orgen, gitar dan drum. Pertunjukan kesenian ebeg ini diawali dengan munculnya barongan, kemudian dilanjutkan dengan penari “penthul” yang menampilkan tari-tarian. Setelah itu, janturan (kerasukan roh halus) pun dimulai dengan awalnya mengundang terlebih dahulu roh halus di sekitarnya. Selama janturan, terdapat selingan tari-tari Baladewa dan gending-gending Banyumasan ataupun gending Jawa pada umumnya. Penari ebeg yang kerasukan roh halus kemudian akan diobati oleh pawang dari roh halus tersebut.
Kesenian kuda kepang atau yang biasa dikenal dengan Ebeg hampir terdapat di seluruh desa di Kecamatan Sumpiuh. Desa Banjarpanepen sendiri memiliki dua kelompok besar kesenian Ebeg yang terdapat di Grumbul Wanarata dan Grumbul Panepen. Di Grumbul Wanarata, kelompok Ebeg tersebut bernama Kuda Kepang Kelinci Putih. Nama Kelinci Putih diambil dari wujud roh halus yang merasuki para pemain kuda kepang. Kelompok Kuda Kepang Kelinci Putih ini sudah memasuki generasi ketiga yang dibentuk pada awal tahun 2015. Sementara itu generasi pertama dibentuk pada tahun 1989 dan generasi kedua dibentuk pada tahun 1995.
Sedangkan di Grumbul Panepen, kelompok Ebegnya bernama Kuda Kepang “Kuda Giri”. Menurut Bapak Samiranto, penamaan Kuda Giri dikarenakan kelompok ebeg ini berada di pegunungan (giri berarti gunung). Kelompok ini memiliki 24 anggota dan sudah terdaftar di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas.
Kesenian ebeg ini sangat digemari oleh masyarakat Desa Banjarpanepen dari berbagai kelompok umur dan kalangan. Akan tetapi, saat ini kesenian ebeg tergolong sedang sepi penanggap. Hal ini karena masyarakat takut dan trauma ketika menanggap ebeg, akan terjadi kerusuhan-kerusuhan akibat pengaruh alkohol dan minuman keras. Dengan demikian, pelestarian ebeg pun menjadi terhambat karena masyarakat baru berlatih ebeg sebelum pementasan dimulai.
Sholawat Dangdut
Sholawat dangdut merupakan kesenian khas Banyumas yang berupa qasidah atau sholawatan yang diselingi dengan jenis musik lain atau campuran dan berbeda, seperti biasanya dangdut dan campursari. Kesenian ini bermarkas di RW04 Banjarpanepen dengan Ketua Bapak Sarijan Andrianto. Kelompok kesenian ini sering melakukan pementasan di acara-acara internal Desa Banjarpanepen dan acara eksternal Desa Banjarpanepen.